SIDOARJO – Kekecewaan mendalam melanda puluhan wartawan yang bertugas meliput agenda pengundian dan pengambilan nomor urut calon dalam Pilkada di KPU Kabupaten Sidoarjo. Senin (23/09/2024).
Momen yang seharusnya menjadi perayaan demokrasi berubah menjadi kontroversi setelah para jurnalis dilarang masuk ke area gedung maupun halaman KPU.
Larangan ini diumumkan oleh petugas KPU, Nur Jaenuri, yang menyebut bahwa keputusan itu merupakan instruksi langsung dari Ketua KPU, Fauzan Adim. Kebijakan tersebut sontak menimbulkan gelombang kekecewaan di kalangan jurnalis, yang merasa hak mereka sebagai peliput telah dibatasi secara sepihak.
Agus Sutopo, jurnalis dari News Patroli, mempertanyakan kebijakan yang dianggap tidak menghargai hak pers. “Ini seharusnya pleno terbuka, mengapa kita dilarang meliput hanya karena tidak memakai ID khusus dari KPU? Padahal, identitas resmi dari media sudah berlaku di berbagai institusi,” tegas Agus, menyuarakan kebingungannya.
Senada dengan Agus, Loetfi dari Harian Duta Masyarakat juga meluapkan kekecewaannya. “Apa gunanya pleno terbuka jika akses kita dibatasi hanya karena masalah teknis seperti ID? ID media yang kami bawa seharusnya lebih dari cukup,” katanya dengan nada kecewa.
Kebijakan KPU ini dinilai tidak hanya merugikan pihak media, tetapi juga dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan pers, yang merupakan pilar penting dalam demokrasi. Banyak pihak berharap Ketua KPU Fauzan Adim segera meninjau ulang kebijakan ini, demi menjaga keterbukaan dan transparansi dalam tahapan Pilkada.
“Larangan ini tidak hanya merugikan wartawan, tetapi juga masyarakat yang berhak mendapatkan informasi yang akurat dan transparan. Kami berharap Ketua KPU bisa mempertimbangkan kembali kebijakan ini demi kelancaran proses demokrasi,” pungkas seorang jurnalis yang turut kecewa.
Peristiwa ini menyisakan pertanyaan besar tentang komitmen KPU terhadap keterbukaan informasi publik, khususnya dalam momentum penting seperti Pilkada, di mana transparansi dan akses informasi sangat dibutuhkan.