Portalsitubondo.com Jum’at 5 September 2025: Seiring akan dimulai dan bergulirnya sejumlah proyek jasa konstruksi yang bersumber dari APBD Situbondo tahun anggaran 2025, tokoh pergerakan (Aktivis) sekaligus pemerhati kebijakan publik, Eko Febrianto, melontarkan peringatan serius kepada Bupati Situbondo. Ia menekankan, jangan sampai pemerintahan yang baru ini mengulang kesalahan lama yang berakhir dengan sorotan publik, lemahnya kepercayaan masyarakat, bahkan masalah hukum di kemudian hari.
Dalam wawancara dengan awak media sore ini, Eko menegaskan bahwa pengadaan proyek yang tengah berjalan seharusnya mengacu pada Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dan yang Terbaru juga ada perpres 46/2025.
Regulasi diatas itu jelas menekankan prinsip pengadaan yang efisien, efektif, ekonomis, bersaing, terbuka, adil, transparan, dan akuntabel.
“Jangan sampai proyek di Situbondo hanya jadi ajang kongkalikong. Kalau aturan dilanggar, maka hasil pembangunan akan buruk, rakyat kecewa, dan pemerintah kehilangan marwahnya. Kita sudah lihat buktinya di era pemerintahan sebelumnya,” tegasnya.
Eko juga menambahkan, pengawasan ketat perlu dilakukan tidak hanya oleh Inspektorat Daerah, tetapi juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar tidak ada ruang penyalahgunaan anggaran.
Eko juga menyinggung tagline politik Bupati Situbondo, yakni “Tak Congocoah ben Tak Co’ngeco’ah” (tidak mau berbohong dan tidak mau mencuri). Menurutnya, itu bukan sekadar kata-kata pemanis kampanye, melainkan janji moral yang harus diwujudkan dalam praktik pemerintahan.
“Tagline itu bukan pajangan. Itu ikrar. Kalau sampai diingkari, artinya bupati sendiri yang melukai amanah rakyat Situbondo,” ujarnya dengan raut wajah serius.
Selain proyek, sorotan Eko juga tertuju pada mutasi pejabat eselon II dan III. Ia menilai, pola mutasi yang dilakukan saat ini justru menimbulkan kecurigaan publik karena berbeda dari janji kampanye yang pernah digembar-gemborkan.
“Dulu dijanjikan proses mutasi transparan, bahkan akan disiarkan live supaya publik tahu. Tapi sekarang pejabat dipanggil satu per satu ke pendopo. Ini menimbulkan pertanyaan besar. Mutasi seharusnya berdasarkan integritas, rekam jejak, kinerja, dan kompetensi. Kalau karena titipan atau kedekatan, itu sama saja kembali ke pola lama,” tegas Eko.
Ia mengingatkan, mutasi harus selaras dengan visi-misi bupati, kebutuhan organisasi, serta pengembangan karir ASN. Jika mutasi dilakukan dengan dasar like and dislike, birokrasi Situbondo akan semakin rapuh.
Menurut Eko, publik Situbondo masih mengingat jelas catatan buruk proyek-proyek era pemerintahan terdahulu. Mulai dari jalan yang rusak hanya dalam setahun, gedung yang retak sebelum dipakai, hingga pengadaan lain yang tidak sesuai kebutuhan.
“Semua itu jelas akibat dari perencanaan dan pelaksanaan yang tidak transparan. Jangan sampai sejarah kelam itu diulang lagi di periode ini,” katanya.
“Ingat Prinsip good governance itu transparansi dan akuntabilitas. Kalau tidak dijalankan, Situbondo akan tertinggal dari daerah lain.” imbuh Eko
Menutup pernyataannya, Eko menegaskan dirinya bersama masyarakat akan tetap kritis dalam mengawal jalannya pemerintahan.
“Kalau janji dilanggar, jangan salahkan kami yang akan berhadapan langsung dengan penguasa. Kami siap bersuara lebih keras, bahkan turun ke jalan bila perlu. Situbondo tidak boleh jatuh ke lubang yang sama,” pungkasnya dengan nada tegas.

Kini, publik Situbondo menunggu langkah nyata. Apakah bupati akan membuktikan komitmen perubahan, atau justru kembali mengulang pola lama yang pernah mencoreng wajah pemerintahan kabupaten ini.
(Red/Tim-Biro Siti Jenar Group Multimedia Situbondo Jatim)














