Polemik Stockpile Sawdust Di Banyuglugur: Antara Kepentingan Industri dan Hak Warga Atas Lingkungan Sehat

Portalsitubondo.com Selasa 16 September 2025: Liputan Khusus – Situbondo, Jawa Timur.

Didatangi Perwakilan Pemkab dan DPRD Situbondo Warga Banyuglugur Tetap Konsisten Tolak Keberadaan Stockpile Sawdust yang berdekatan dengan Masjid dan Pemukiman Warga

Desa Banyuglugur, sebuah wilayah di jalur Pantura Situbondo, kini menjadi pusat perhatian publik. Bukan karena keindahan alamnya atau geliat ekonomi pesisir, melainkan karena keberadaan sebuah stockpile sawdust—penampungan limbah serbuk kayu—yang berdiri tepat di tengah-tengah permukiman padat penduduk, berdekatan dengan Masjid Babul Jannah.

Keterangan fhoto: DPRD dan Pemkab Sidak Stockpile Sawdust Banyuglugur, Warga Tetap Tegas Menolak

Keberadaan stockpile ini menuai kontroversi. Debu kayu yang beterbangan setiap hari dianggap mencemari udara, mengganggu kesehatan, bahkan mengancam keselamatan warga. Dalam beberapa bulan terakhir, keresahan masyarakat terus menguat, hingga akhirnya pecah menjadi aksi demonstrasi besar-besaran pada Senin (15/9/2025).

Debu, Bau, dan Ancaman Kebakaran:

Serbuk kayu atau sawdust merupakan limbah industri pengolahan kayu. Bentuknya halus, ringan, dan mudah beterbangan terbawa angin. Ketika dihirup, partikel-partikel ini bisa menempel di saluran pernapasan, menimbulkan batuk kronis, asma, bahkan risiko penyakit paru-paru jangka panjang.

Selain polusi udara, limbah sawdust yang menumpuk juga dapat mencemari tanah dan air. Di musim hujan, serbuk ini rawan hanyut ke saluran drainase, menimbulkan penyumbatan. Lebih berbahaya lagi, sawdust dikenal sangat mudah terbakar. Sekali terkena percikan api, tumpukan serbuk kayu bisa menjalar menjadi kebakaran besar yang mengancam keselamatan warga sekitar.

“Setiap hari kami khawatir. Debunya masuk rumah, menempel di pakaian, dan mengganggu pernapasan anak-anak. Kalau terus begini, kami yang jadi korban,” ujar seorang ibu rumah tangga yang tinggal kurang dari 50 meter dari stockpile.

Penolakan yang Tak Surut:

Penolakan warga bukan baru kali ini muncul. Sejak awal pembangunan, masyarakat mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses perizinan. Kepala Desa Banyuglugur, Sumarno, menegaskan bahwa warganya bulat menolak keberadaan stockpile.

“Warga tidak pernah memberikan persetujuan. Lokasi stockpile jelas tidak tepat, karena berada di dekat rumah warga dan masjid. Aspirasi ini sudah berkali-kali kami sampaikan, tapi hingga sekarang belum ada keputusan tegas dari pemerintah,” katanya.

Baca juga
Daya Serap Rendah, Aktivis Ini Anggap DPRD Lalai Dalam Pengawasan dan Pemkab Harus Bertanggung Jawab

Penolakan serupa datang dari takmir Masjid Babul Jannah. “Masjid adalah pusat kegiatan ibadah. Kehadiran stockpile di sampingnya sangat mengganggu. Kami sudah sepakat, seluruh takmir menolak,” tegas Ibnu Hidayat, perwakilan takmir.

Aktivis Turun Tangan:

Situasi ini membuat para aktivis lingkungan turun tangan. Sumyadi Yatim Wiyono, salah satu tokoh yang getol menyuarakan isu ini, menyebut pemerintah daerah tidak konsisten.

“Warga sudah jelas menolak, laporan resmi sudah disampaikan ke DLH, tapi tidak ada tindak lanjut. Justru terkesan ada pembiaran. Padahal perizinannya pun patut diduga bermasalah,” ungkap Sumyadi.

Bersama LSM Gerakan Edukasi Muda Pembela Aspirasi Rakyat Situbondo (GEMPARS) dan LSM SITI JENAR, warga akhirnya memilih jalur aksi demonstrasi. Ratusan orang turun ke jalan, mendesak Pemkab dan DPRD untuk segera menutup stockpile.

Sidak DPRD dan Pemkab:

Desakan publik akhirnya memaksa DPRD dan Pemkab Situbondo bertindak. Sehari setelah aksi demo, rombongan anggota Komisi III DPRD bersama sejumlah pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi, Selasa (16/9/2025).

Rombongan yang datang dengan empat mobil itu meninjau langsung kondisi stockpile, kemudian berdialog dengan warga di Balai Desa Banyuglugur.

“Kami mendengar aspirasi warga. DPRD akan mengawal persoalan ini agar Pemkab mengambil keputusan yang adil. Jika terbukti melanggar aturan dan merugikan masyarakat, opsi penutupan total adalah pilihan yang paling masuk akal,” tegas salah satu, anggota Komisi III DPRD Situbondo.

Pemerintah Daerah Serba Hati-hati:

Meski tekanan warga semakin besar, Pemkab Situbondo terlihat berhati-hati dalam mengambil langkah. Pada saat dilakukan audiensi kemarin di Pemkab Situbondo Sekda, menyatakan pihaknya masih melakukan kajian.

Namun, sikap hati-hati ini justru menimbulkan kecurigaan baru di kalangan aktivis. Mereka menilai pemerintah terkesan menunda-nunda dan enggan transparan soal status perizinan stockpile tersebut.

Baca juga
Lima Pelaku Pengeroyokan Sopir Truk di Situbondo Berhasil ditangkap, Dua di Antaranya Masih di Bawah Umur

Hak Atas Lingkungan Sehat:

Kasus Banyuglugur kini bukan lagi sekadar persoalan administrasi perizinan. Bagi warga, ini adalah pertarungan untuk mempertahankan hak dasar mereka: hidup di lingkungan yang sehat, aman, dan nyaman.

“Kalau pemerintah serius berpihak kepada rakyat, tutup saja stockpile ini. Jangan tunggu sampai ada korban,” pungkas Sumyadi.

Keterangan: Polemik Stockpile Sawdust di Banyuglugur: DPRD dan Pemkab Turun Sidak, Warga Konsisten Menolak

Sementara itu, publik menanti langkah tegas Pemkab Situbondo. Apakah mereka akan memilih mendengarkan jeritan warga atau mempertahankan kepentingan ekonomi investor? Polemik stockpile sawdust Banyuglugur kini menjadi ujian nyata komitmen pemerintah daerah terhadap perlindungan lingkungan dan keadilan sosial.

(Liputan Khusus – Tim Investigasi Siti Jenar Group Multimedia, Situbondo, Jawa Timur)

error: Content is protected !!