Transparansi anggaran Kominfo Situbondo kembali menjadi sorotan publik dan Ada Apa dengan Pola Pemilihan Media?

Portalsitubondo.com Situbondo, Jawa Timur – Minggu, 29 Juni 2025: Transparansi anggaran kembali menjadi sorotan publik di Kabupaten Situbondo, kali ini menimpa Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Dalam sistem pemerintahan modern, publikasi merupakan instrumen strategis untuk menyampaikan program, kebijakan, dan kinerja pemerintah kepada masyarakat. Namun apa jadinya jika saluran publikasi yang dipilih justru tidak memiliki kapasitas jangkau yang memadai?

Itulah yang terjadi di Situbondo. Informasi yang berkembang menyebutkan bahwa dana publikasi dari Kominfo dialirkan ke sejumlah media daring dengan kualitas digital yang tergolong rendah—dengan nilai Domain Authority (DA) dan Domain Rating (DR) di bawah angka 10. Fakta ini menimbulkan pertanyaan mendalam: benarkah pemerintah daerah serius ingin menjangkau masyarakat, atau sekadar menjalankan formalitas administrasi anggaran?

Indikator Rendah, Jangkauan Terbatas:

DA dan DR merupakan indikator standar dalam dunia digital yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan otoritas sebuah situs web dalam mesin pencari. Media dengan skor rendah pada kedua indikator ini umumnya memiliki lalu lintas pembaca yang kecil, tak muncul di halaman pertama pencarian, dan nyaris tidak memiliki dampak penyebaran informasi.

Kondisi ini jelas bertolak belakang dengan tujuan utama publikasi pemerintah: menyampaikan informasi seluas-luasnya kepada publik. Bila media dengan jangkauan terbatas dijadikan mitra publikasi, maka informasi yang dimuat hanya sampai pada kalangan terbatas, bahkan berpotensi tak tersampaikan sama sekali ke sasaran audiens yang relevan.

Ada Apa dengan Pola Pemilihan Media?

Publik menaruh perhatian serius: atas dasar apa Kominfo Situbondo menentukan media rekanan? Apakah ada standar penilaian objektif seperti legalitas media, struktur redaksional, performa digital, dan basis pembaca aktif? Ataukah proses ini dijalankan dengan pendekatan seremonial belaka tanpa evaluasi yang mendalam?

Sayangnya, sampai saat ini belum ada penjelasan terbuka dari pihak Kominfo terkait sistem kerja dan metodologi penilaian media mitra. Ketiadaan informasi ini membuka ruang spekulasi, bahkan tudingan praktik nepotisme atau kedekatan non-profesional yang memengaruhi penentuan rekanan publikasi.

Baca juga
Situbondo sudah sangat Layak Untuk Miliki KPH Sendiri: Berikut ini Urgensi Pemisahan dari Tiga KPH Induk

Fenomena Media Titipan, Anggaran Jadi Ajang Formalitas:

Kekhawatiran publik tak berhenti di situ. Ada anggapan bahwa sejumlah media yang digunakan untuk publikasi bukanlah entitas profesional yang benar-benar berorientasi pada jurnalisme publik, melainkan situs-situs yang sengaja dibentuk untuk menjadi “media titipan”. Situs ini hanya muncul di waktu-waktu tertentu saat ada anggaran publikasi, tidak memiliki aktivitas redaksional yang berkelanjutan, dan minim kualitas isi.

Dengan kata lain, media tersebut tak berfungsi sebagai kanal komunikasi masyarakat, melainkan sekadar alat penyerapan anggaran. Bila pola ini dibiarkan, maka publikasi pemerintah akan terjebak dalam rutinitas semu yang hanya menggugurkan kewajiban, tanpa memberikan kontribusi berarti terhadap keterbukaan informasi publik.

Ingat Kualitas Informasi Bergantung pada Kanal yang Digunakan:

Publikasi pemerintah seharusnya dilihat sebagai investasi strategis, bukan hanya pos belanja tahunan. Saat anggaran digunakan untuk menyebarkan informasi melalui media berkualitas rendah, maka nilai uang publik yang dibelanjakan menjadi tidak sebanding dengan dampaknya.

Sebagai ilustrasi konkret, jika satu artikel di media daring dengan DA/DR di bawah 10 dihargai Rp1 juta, namun situs itu hanya memiliki puluhan pembaca per hari, maka dari sudut manapun, pembelanjaan ini tidak rasional. Sebaliknya, dengan nilai yang sama, informasi bisa disalurkan melalui media yang memiliki jangkauan ribuan pembaca per hari, memiliki pengaruh di mesin pencari, dan kontennya terarsip dengan baik.

Pentingnya Audit dan Standarisasi Teknis:

Langkah korektif yang mendesak adalah dilakukannya audit internal terhadap pola dan skema penganggaran publikasi oleh Kominfo Situbondo. Audit ini harus mampu mengurai siapa saja penerima manfaat dana publikasi, berapa besar alokasinya, dan bagaimana hasil evaluasi kinerja medianya selama ini.

Lebih lanjut, perlu dibentuk standard operating procedure (SOP) atau sistem skor evaluasi untuk menilai kelayakan media rekanan. Indikator yang dapat dimasukkan antara lain:

Legalitas badan hukum media,.

Baca juga
Danrem 083/Bdj Ucapkan Terima Kasih, Lancar dan Aman Dalam PAM VVIP Kunjungan Kerja Presiden RI di Banyuwangi

Struktur redaksional yang valid,

Trafik pengunjung harian/bulanan,

DA/DR dan performa SEO,

Konsistensi serta kualitas konten.

Tanpa kerangka kerja teknis yang jelas, kebijakan publikasi akan terus menjadi ruang abu-abu yang sarat celah penyimpangan.

Menciptakan Tata Kelola Publikasi yang Profesional dan Terukur:

Keterbukaan informasi tidak akan tercapai jika informasi disebarkan melalui saluran yang salah. Di sinilah pentingnya pendekatan profesional dalam membangun sistem publikasi pemerintah. Komunikasi publik tidak hanya soal membuat berita atau mengunggah konten, tetapi tentang memastikan bahwa informasi tersebut sampai ke publik, dipahami, dan membangun kepercayaan.

Situbondo tidak boleh puas hanya dengan label “aktif publikasi” jika ternyata publik tidak membaca, tidak tahu, atau tidak peduli. Itulah konsekuensi dari pemilihan media yang tidak tepat.

Situbondo: Naik Kelas atau Sekadar Kosmetik Citra?

Pemerintah Kabupaten Situbondo hari ini dihadapkan pada pilihan fundamental: apakah ingin naik kelas secara substansial, atau cukup puas dengan kosmetik citra yang dibentuk melalui kanal-kanal informasi yang tidak menjangkau siapa-siapa?

Naik kelas sejati menuntut kualitas tata kelola, termasuk dalam belanja publikasi. Ini bukan semata persoalan teknis, tapi persoalan integritas. Ketika uang publik dibelanjakan tanpa hasil nyata, maka yang tergerus bukan hanya efektivitas birokrasi, tetapi juga kepercayaan rakyat.

Penutup: Kepercayaan Tidak Dibeli, Tapi Dihasilkan dari Tata Kelola Baik.

Publikasi bukan hanya soal kewajiban administratif, tetapi representasi bagaimana pemerintah menghargai rakyatnya dengan menyampaikan informasi secara luas, jujur, dan transparan. Jika saluran yang dipilih keliru, maka pesan yang dibawa menjadi tak bernilai.

Ada Apa dengan Pola Pemilihan Media?

Masyarakat Situbondo layak mendapatkan informasi berkualitas dari pemerintahnya. Dan pemerintah Situbondo layak dievaluasi jika arah publikasinya tidak memberikan nilai manfaat yang sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan. Inilah saat yang tepat untuk berbenah dan menempatkan publikasi sebagai alat pelayanan publik, bukan sekadar formalitas anggaran.

(Redaksi Investigasi – Biro Sitijenarnews, Situbondo Jawa Timur)

error: Content is protected !!