Portalsitubondo.com Besuki, Situbondo Jawa Timur– Minggu, 9 November 2025: Kehidupan beberapa warga di Dusun Kauman, RT 2 RW 3, Desa Besuki, Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo, kini diwarnai penderitaan. Tiga kepala keluarga di kawasan itu, termasuk seorang lansia berusia 77 tahun bernama Busadin, telah hidup dalam kondisi terisolasi selama lebih dari dua minggu. Mereka tidak lagi memiliki jalan keluar menuju lingkungan luar, setelah akses satu-satunya tertutup oleh pembangunan pagar dan berdirinya bangunan Ilegal di atas saluran drainase umum.

Sebelumnya, warga masih memiliki jalan kecil untuk keluar rumah. Namun sejak area tersebut dibangun pagar oleh pemilik lahan, jalur itu ikut tertutup total. Kini, tak ada lagi ruang untuk dilalui, baik pejalan kaki maupun kendaraan roda dua. Akibatnya, kehidupan warga lumpuh anak-anak kesulitan bersekolah, warga tak bisa bekerja, dan lansia terkurung di rumah tanpa bisa berobat ke luar.
Salah satu warga terdampak, Farah, menuturkan betapa berat kondisi yang mereka alami setiap hari.
“Kami terpaksa melewati area pembangunan pagar yang sangat berbahaya. Anak-anak harus meniti tumpukan batu dan besi agar bisa ke sekolah. Sudah lebih dari dua minggu kami hidup seperti ini. Kami benar-benar seperti tahanan di rumah sendiri,” ujarnya dengan nada lirih.
Situasi tersebut menimbulkan keresahan dan rasa frustasi di kalangan warga. Mereka merasa diperlakukan tidak adil karena pembangunan pagar itu dilakukan tanpa mempertimbangkan hak akses masyarakat yang sudah lama tinggal di lokasi tersebut. Kondisi ini diperparah dengan adanya bangunan toko permanen di atas saluran drainase, yang seharusnya bisa dijadikan alternatif jalan sementara bagi warga.
“Drainase itu mestinya bisa jadi jalan, tapi malah dibangun toko di atasnya. Kami tidak tahu apakah bangunan itu punya izin atau tidak. Tapi yang jelas, kami yang jadi korban,” tutur salah satu warga dengan nada kesal.
Keberadaan bangunan di atas fasilitas umum itu kini menuai sorotan tajam. Warga menilai, tindakan tersebut jelas melanggar prinsip tata ruang dan melampaui batas toleransi sosial. Mereka menuding, lemahnya pengawasan pemerintah desa telah membuka peluang bagi pihak tertentu untuk merampas hak publik demi kepentingan pribadi.
Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, pemerintah desa maupun instansi terkait di Kabupaten Situbondo belum juga mengambil langkah nyata. Tidak ada upaya peninjauan, mediasi, ataupun penertiban di lapangan. Pemerintah seolah menutup mata terhadap penderitaan warganya yang kini hidup terkurung tanpa akses keluar.
Akibat kelalaian itu, warga Dusun Kauman semakin kehilangan kepercayaan terhadap aparat desa. Mereka menilai, diamnya pemerintah adalah bentuk pembiaran terhadap pelanggaran hak dasar masyarakat.
“Kami bukan menuntut lebih, kami hanya ingin jalan kami dibuka lagi. Kami hanya ingin bisa keluar rumah seperti dulu. Kalau seperti ini terus, kami bisa mati pelan-pelan,” keluh Farah, menahan air mata.
Warga berharap Pemerintah Kabupaten Situbondo, terutama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta Satpol PP, segera turun tangan untuk meninjau langsung kondisi di lapangan. Mereka juga meminta agar dilakukan pemeriksaan izin bangunan yang berdiri di atas saluran drainase, karena diyakini melanggar aturan tata ruang dan perizinan bangunan.
Lebih jauh, masyarakat mendesak agar pemerintah desa bertanggung jawab secara moral dan administratif atas penderitaan warganya. Mereka meminta agar akses jalan segera dibuka kembali, baik dengan membongkar sebagian pagar maupun menertibkan bangunan yang menutup jalur umum.
Situasi di Dusun Kauman ini menjadi cermin suram dari lemahnya penegakan aturan dan kurangnya kepedulian terhadap hak-hak warga kecil. Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur, masih ada masyarakat yang harus meniti bebatuan dan menyeberangi pagar hanya untuk keluar dari rumah sendiri.

Kini, warga hanya bisa berharap agar pemerintah benar-benar hadir — bukan sekadar menjanjikan perhatian di atas kertas. Karena bagi mereka, jalan keluar bukan hanya akses fisik, tetapi juga simbol keadilan dan kemanusiaan yang telah lama mereka tunggu.
(Biro Besuki – Situbondo, Jawa Timur)













